jpnn.com, JAKARTA - Sidang perdana praperadilan yang diajukan mantan Menteri Pendidikan, kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjadi momen bersejarah bagi sistem peradilan di Indonesia, Jumat (3/10).
Dalam sidang ini, Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan pertama kali dibacakan dalam sidang praperadilan di Indonesia.
Sebanyak 12 tokoh antikorupsi yang berasal yang berbagai kalangan mengajukan pendapat hukum dalam bentuk Amicus Curiae kepada hakim.
Langkah ini dimaksudkan untuk mereformasi proses pemeriksaan praperadilan penetapan tersangka secara umum di Indonesia, bukan hanya pada kasus Nadiem saja.
Amicus Curiae sendiri berakar dari tradisi hukum Romawi dan berkembang luas dalam sistem common law di negara-negara seperti Inggris dan Amerika Serikat, khususnya pada abad ke-19.
Tujuan Amicus Curiae untuk membantu pengadilan dengan memberikan informasi, sudut pandang, atau analisis hukum tambahan yang dapat memperkaya pertimbangan hakim.
Praktik Amicus Curiae mulai muncul dan tercatat di tanah air sekitar tahun 1999 dalam kasus gugatan Presiden RI ke-2 Soeharto terhadap majalah Time. Namun, belum pernah disampaikan dalam persidangan kasus praperadilan.
Baru dalam sidang perdana praperadilan Nadiem dengan Nomor 119/Pid.Pra/2025/PN Jkt.Sel, peneliti senior pada Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) Arsil dan pegiat antikorupsi Natalia Soebagjo mewakili 10 amici -sebutan untuk penggagas Amicus Curiae- lainnya menyampaikan isi Amicus Curiae.