jpnn.com, JAKARTA - Harga Bitcoin mengalami tekanan tajam setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan rencana kenaikan tarif besar terhadap produk China.
Pengumuman ini memicu gelombang risiko global yang memukul pasar ekuitas, komoditas, dan aset kripto. Bitcoin sempat merosot hingga USD105.000 dalam satu jam, sebelum kembali di atas USD111.000.
Penurunan ini bersamaan dengan ancaman baru dari Gedung Putih, di mana Trump menyatakan Amerika Serikat akan menaikkan tarif impor dari China menjadi 100% serta memberlakukan pembatasan ekspor pada perangkat lunak penting.
China merespons dengan mengenakan biaya baru untuk kapal terkait AS mulai 14 Oktober, meniru langkah AS, yang berpotensi mengganggu rantai pasok dan jalur pengiriman global.
Vice President INDODAX, Antony Kusuma mengatakan koreksi Bitcoin menunjukkan bagaimana aset digital bereaksi terhadap ketegangan geopolitik dan sentimen risiko global.
“Bitcoin sering disebut sebagai lindung nilai terhadap ketidakstabilan moneter, tetapi dalam kondisi ekstrem, ia bergerak layaknya aset berisiko tinggi. Pasar global yang terguncang, likuiditas tipis, dan aksi jual berantai pada posisi leverage memicu penurunan cepat yang kemudian diikuti aksi beli algoritmik,” jelas Antony.
Dia menambahkan, situasi ini memperlihatkan pentingnya pemahaman konteks makro bagi investor kripto.
“Para investor harus melihat lebih dari sekadar harga saat ini. Koreksi ini bukan pertanda fundamental Bitcoin melemah, melainkan reaksi pasar terhadap eskalasi ketegangan dagang dan risiko makro. Mereka yang mampu menjaga perspektif jangka panjang dapat memanfaatkan momen volatilitas ini untuk membangun posisi strategis,” tutur Antony.