jpnn.com, JAKARTA - Penelitian terbaru Celios dan Pusham UII menunjukkan kebijakan nasional belum memenuhi standar penandatanganan kerja sama komprehensif Indonesia-Uni Eropa atau IEU-CEPA yang dilakukan pada 23 September 2025, lalu.
Penandatanganan kerja sama tersebut diketahui menaruh dasar hukum terbukanya ekspor Indonesia ke pasar Uni Eropa mulai 2027 mendatang.
Namun, perlu digarisbawahi kesepakatan itu tidak hanya membawa perubahan lanskap perekonomian bagi Indonesia, tetapi juga mendesak reformasi hukum dan tata kelola bisnis untuk ekspor produk non migas.
IEU-CEPA mempertegas kewajiban hukum Indonesia untuk mematuhi pelbagai peraturan yang berlaku di kawasan Uni Eropa, di antaranya EU Deforestation Regulation (EUDR) dan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM).
Adapun kedua regulasi tersebut menetapkan standar baru bagi rantai pasok global.
EUDR mewajibkan produk non migas Indonesia yang masuk ke pasar Uni Eropa terbebas dari praktik deforestasi, degradasi hutan, dan pelanggaran hak asasi manusia yang terkait dengan keduanya.
Sementara itu, CBAM menekankan upaya dekarbonisasi di berbagai negara asal produk, termasuk Indonesia.
Kedua regulasi tersebut berlaku terkait ekspor komoditas utama Indonesia seperti sawit, kopi, kako, kayu, karet, semen, listrik, pupuk, baja, aluminium, dan bahan-bahan kimia.