jpnn.com - Serangan siber yang menimpa Jaguar Land Rover (JLR) awal September lalu benar-benar datang pada waktu yang salah.
Di tengah masa transisi besar Jaguar menuju strategi baru, perusahaan justru harus bergantung penuh pada lini Land Rover — yang kini ikut terguncang.
Akibat insiden itu, JLR terpaksa mematikan sistem dan menghentikan produksi sementara.
Dampaknya langsung terasa, laporan keuangan kuartal kedua tahun fiskal 2026 menunjukkan hasil yang suram.
Penjualan grosir JLR anjlok 24,2 persen dibanding tahun lalu, dan juga turun 24,2 persen dibanding kuartal sebelumnya.
Penjualan ritel ikut merosot 17,1 persen menjadi 85.495 unit. Penurunan paling tajam terjadi di Inggris (-32,3%), Tiongkok (-22,5%), serta Timur Tengah dan Afrika Utara (-15,8%).
Meski begitu, model-model premium seperti Range Rover, Range Rover Sport, dan Defender justru menyumbang 76,7 persen dari total penjualan, naik dari 67 persen tahun lalu.
JLR memang sedang fokus menjual model dengan margin tertinggi untuk menjaga arus kas.