jpnn.com - JAKARTA - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemdiktisaintek) menginisiasi program Living Lab untuk mendorong penerapan sains dan teknologi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Program ini akan mendekatkan para peneliti dengan masyarakat sehingga hasil riset bisa memberikan solusi atas problematika yang dihadapi di lingkungan.
Keberadaan Living Lab bukan saja membuka ruang keterlibatan masyarakat, tetapi juga termasuk industri, UMKM dan pemerintah daerah setempat.
Program ini juga bukan seperti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang biasa dilakukan oleh mahasiswa.
“Ini berbeda dengan KKN, seperti yang dahuu saya alami. Jadi, konsepnya berbeda, artinya saintis atau peneliti ketika turun ke lapangan bersama masyarakat melakukan riset bersama untuk memahami masalahnya apa serta solusinya bagaimana?,” kata Dosen Sastra Inggris dari Universitas Negeri Malang (UM) Evi Eliyanah, S.S., M.A., Ph.D.,dalam diskusi bertajuk "Membangun Ruang Hidup Sains dan Teknologi untuk Masyarakat" besutan Fortadik dan Kemdiktisaintek di Jakarta, baru-baru ini.
Evi menjelaskan, program Living Lab tidak seperti KKN berusaha melakukan pengabdian kepada masyarakat secara instan dalam waktu 6 minggu.
Selain transfer ilmu kepada masyarakat, dalam Living Lab, publik juga akan turut dilibatkan dalam mengevaluasi sekaligus memberikan masukan atau intervensi terhadap program-program tersebut.
“Kuncinya engagement, jadi, bukan cuma top-down satu arah, bukan cuma partisipasi, tetapi engagement. Itu yang membedakan ya. Bahwa, ilmu pengetahuan itu sendiri dibangun, dikembangkan bersama-sama dengan masyarakat,” ujarnya.